Diisukan Terlibat Sengketa Lahan, Warga Datangi Pangulu Tonduhan
2 min read
SIMALUNGUN, Newsnarasi.com – Beberapa masyarakat Nagori Parhundalian Jawa Dipar, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun mendatangi Pangulu Nagori Tonduhan, Kecamatan Hatonduhan, untuk meminta penjelasan terkait adanya isu bahwa pangulu terlibat dalam perkara sengketa tanah di daerah tersebut.
Saat mendatangi Beriman Sinaga, Pangulu Tonduhan, beberapa masyarakat disambut baik. Dan, Beriman menjelaskan bahwa isu tersebut memang didengarnya. Namun, sangat disayangkan bahwa tak ada satu pun warga mau bertanya langsung dengannya terkait kebenaran isu tersebut.
“Iya memang ku dengar itu. Isu yang disebarkan itu kalau aku terlibat kasus sengketa tanah antara warga dengan mantan seorang Jaksa. Sejak kasus itu beredar, aku gak mau lagi mencampuri masalah warga terkait tanah itu. Tapi, setelah ku jelaskan niatku untuk menolong warga itu, baru warga tahu kalau aku tak terlibat sama sekali,” ungkap Beriman Sinaga saat ditemui di kantornya, Selasa (15/04/2025)
Terkait kedatangan pihak BPN Simalungun dengan Kantor Wilayah Pertanahan Sumut pada akhir 2024 lalu, ia mengaku bahwa saat itu ia sedang berada di Medan. Sementara yang mendampingi BPN tersebut adalah Gamotnya.
“Jadi waktu itu, aku di telpon oleh pihak BPN, dan ku perintahkan Gamot yang mendampingi. Itupun gamot hanya ku minta menyaksikan apa yang dilakukan pihak BPN itu, tanpa ada mencampuri urusan mereka. Kenapa Gamot mau, karena pihak BPN juga bilang kalau Pangulu Nagori Parhundalian Jawa Dipar juga sudah dihubungi dan dalam perjalanan. Nyatanya, sampai kunjungan mereka selesai tak satupun perangkat Nagori Parhundalian datang,” tambahnya.
Informasi yang diperoleh, permasalahan yang terjadi di Nagori Parhundalian Jawa Dipar, ada 44 Sertifikat tanah yang diterbitkan BPN Simalungun Tahun 1991. Namun, lahan tersebut digugat di PTUN Medan karena seorang mantan jaksa mengaku telah membeli lahan tersebut di tahun 1980-an. Kemudian, hasil keputusan PTUN hingga Kasasi membatalkan 44 sertifikat tanah milik warga tersebut.
Lahan tersebut, merupakan lahan yang kosong yang kemudian dikelola masyarakat hingga bekerjasama dengan PTPN VII (Sekarang PTPN IV, red) untuk dijadikan Perkebunan Inti Rakyat (PIR), kemudian pada tahun 1991 Pemkab Simalungun membuat surat hingga akhirnya muncul sertifikat atas lahan tersebut. Pada tahun 2023 lahan tersebut digugat ke PTUN Medan hingga proses hukumnya ke Kasasi oleh mantan jaksa yang merupakan warga Kota Pematangsiantar. Dan gugatan tersebut, memutuskan untuk mencabut 44 sertifikat yang diterbitkan BPN pada tahun 1991 itu.
Warga berharap agar semua pihak yang terkait untuk mempertimbangkan kembali lahan tersebut karena lahan tersebut sudah lebih dari 30 tahun dikuasai oleh masyarakat. (Red)