Bingai Kampung yang Dulu Diremehkan, Kini Jadi Sumber Harapan
2 min read
NewsNarasi.com , Langkat : Bingai, sebuah kampung kecil di Kecamatan WAMPU, Kabupaten Langkat Sumatera Utara, dulunya kerap dipandang sebelah mata. Nama kampung ini mungkin asing di telinga warga kota, bahkan tak jarang dibalut stigma negatif: dianggap kotor, tertinggal, dan tak punya masa depan. Sabtu (26/07/25)
Penilaian itu sering datang dari orang-orang yang belum pernah melihat Bingai dari dekat. Stigma tumbuh liar, tanpa dasar, dan terus diwariskan tanpa klarifikasi. Namun kini, anak-anak muda Bingai membalikkan narasi itu.
Mereka tampil bukan dengan emosi, tapi dengan bukti.
Anak Muda Bangkit, Kampung Ikut Naik
Generasi muda Bingai mulai bersuara. Sebagian aktif di organisasi Organisasi daerah dan nasional, menjadi agen perubahan di kampus, hingga menginspirasi masyarakat lewat gerakan sosial dan karya nyata.
“Bingai bukan kampung mewah. Tapi dari sinilah kami belajar arti perjuangan,” ujar salah satu mahasiswa asal Bingai.
Bukan dilahirkan dalam kenyamanan, anak-anak Bingai dibesarkan dalam keterbatasan. Tapi justru dari situlah mereka ditempa—belajar arti kerja keras, solidaritas, dan ketahanan. Nilai-nilai itu yang kini jadi pondasi untuk berdiri lebih tinggi.
“Kami tidak hanya survive, tapi survibe. Kami tetap bertahan dalam tekanan zaman, tapi tetap membawa semangat positif dan keberanian untuk bersuara,” tambahnya.
Mengapa Cerita Ini Perlu Diangkat?
Tak sedikit yang bertanya: kenapa kisah ini harus disuarakan? Kenapa terlihat seperti terlalu bangga?
Jawabannya sederhana: karena jika bukan mereka yang bercerita tentang kampungnya, siapa lagi?
“Ini bukan soal menyombongkan diri. Ini tentang harga diri. Kami tidak sedang menepuk dada, tapi menjaga warisan,” kata seorang pemuda lainnya.
Dengan semangat itu pula, kutipan “sombong kepada orang yang sombong adalah sedekah” diangkat bukan sebagai bentuk kesombongan, melainkan sebagai bentuk perlawanan terhadap stigma lama yang terus menghantui.
Mereka ingin menyampaikan: kampung kecil bukan berarti kecil harapan. Dan Bingai, dengan segala keterbatasannya, punya potensi yang layak dihargai.
Bingai Tidak Sempurna, Tapi Penuh Harapan
Memang, Bingai bukan kota besar. Tapi di sinilah anak-anak muda belajar gotong royong, kesederhanaan, dan bagaimana membangun dari nol. Mereka percaya, kampung ini sedang berada di jalur yang tepat—jalur kebangkitan pemuda.
Kini, dengan suara, karya, dan aksi nyata, generasi muda Bingai berkomitmen menjaga dan mengangkat nama kampungnya.
“Kami tidak malu. Kami bangga. Karena Bingai bukan tempat kami bersembunyi—Bingai adalah tempat kami memulai.” (ay29)